Kamis, 01 Mei 2014

TENTANG PUISI(KU)



puisi adalah transendensi pengalaman privat. pada mulanya boleh jadi rintihan, kesepian, atau berahi yang membuncah, tapi begitu menjelma puisi, segala durga-mula itu menjadi sublim. bukankah kita melihat dunia seperti mengintip dari lubang kunci, sesuatu yang mendekati bentuk sebuah puisi: sublimasi pengalaman renik-sederhana sebagai tata cara melihat kompleksitas mayapada?!

ekspresi puitik bisa lahir dari comberan, seperti halnya Chairil yang membayangkan tuhan saat melonte dan menyetubuhi noni-noni belanda. ia tak perlu bermaksud kudus, walau kediriannya pasca-menjadi menyerupai kekudusan yang menyegala.

sudahi semua perbincangan yang coba menyelidiki awal mula sebuah puisi atau metafor susastra. karena, tidak ada sebab tunggal yang melahirkan akibat, yang ada adalah sebab yang merupakan akibat dari musabab yang lain (circular causation).

barangkali memang tidak perlu ada tafsir tunggal atas puisi, meski setiap pemaknaan memiliki keboleh-jadiannya sendiri. persoalannya, pada apa pemaknaan itu harus menyandarkan dirinya, ketika sejarah, susastra, atau semiotik tak lagi mencukupi untuk meloloskan sebait puisi dari penjara mahatanya?


tarli nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar